Beranda | Artikel
Keutamaan Orang Yang Masuk Islam dari Ahlul Kitab
Kamis, 6 Desember 2018

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Yahya Badrusalam

Keutamaan Orang Yang Masuk Islam dari Ahlul Kitab adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan الجمع بين صحيحين (Al-Jam’u Baina As-Sahihain), sebuah kitab yang berisi Kumpulan shahih Bukhari dan Muslim karya Syaikh Yahya bin Abdul Aziz Al-Yahya. Pembahasan ini disampaikan oleh: Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. pada 24 Rabbi’ul Awwal 1440 H / 02 Desember 2018 M.

Download Kitab Al-Jam’u Baina As-Sahihain – Format PDF di sini

Download mp3 kajian sebelumnya: Setiap Nabi Memiliki Mukjizat

Kajian Tentang Keutamaan Orang Yang Masuk Islam dari Ahlul Kitab – Al-Jam’u Baina As-Sahihain

Pembahasan kali ini sampai pada hadits ke-17 halaman 10 pada  kitab Al-Jam’u Baina As-Sahihain. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَلاَثَةٌ لَهُمْ أَجْرَانِ : رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الكِتَابِ ، آمَنَ بِنَبِيِّهِ وَآمَنَ بِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَالعَبْدُ المَمْلُوكُ إِذَا أَدَّى حَقَّ اللَّهِ وَحَقَّ مَوَالِيهِ ، وَرَجُلٌ كَانَتْ عِنْدَهُ أَمَةٌ فَأَدَّبَهَا فَأَحْسَنَ تَأْدِيبَهَا ، وَعَلَّمَهَا فَأَحْسَنَ تَعْلِيمَهَا ، ثُمَّ أَعْتَقَهَا فَتَزَوَّجَهَا فَلَهُ أَجْرَانِ ، ثُمَّ قَالَ عَامِرٌ : أَعْطَيْنَاكَهَا بِغَيْرِ شَيْءٍ ، قَدْ كَانَ يُرْكَبُ فِيمَا دُونَهَا إِلَى المَدِينَةِ

Ada tiga orang yang akan mendapat pahala dua kali; seseorang dari Ahlul Kitab yang beriman kepada Nabinya dan beriman kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan seorang hamba sahaya yang menunaikan hak Allah dan hak tuannya. Dan seseorang yang memiliki hamba sahaya wanita lalu dia memperlakukannya dengan baik, mendidiknya dengan baik, dan mengajarkan kepadanya dengan sebaik-baik pengajaran, kemudian membebaskannya dan menikahinya, maka baginya dua pahala”. Berkata ‘Amir: “Aku berikan permasalahan ini kepadamu tanpa imbalan, dan sungguh telah ditempuh untuk memperolehnya dengan menuju Madinah

‘Amir pada hadits ini adalah Amir bin Syurahbil yang dikenal dengan asy-Sya’bi. Beliau adalah ulama tabi’in yang pertama kali memeriksa sanad di Iraq.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Ada tiga orang yang mendapatkan dua pahala.’ Kata-kata ‘tiga orang’ pada hadits ini, apakah pembatasan atau bukan? Jawab, bukan! Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang menyebutkan ada tiga orang, ada empat orang, tapi ternyata itu tidak membatasi. Dan itubanyak sekali.

Disebutkan dalam hadits ini ada tiga orang yang mendapatkan dua pahala. Yaitu:

  • Ahli kitab yang beriman kepada Nabinya eriman kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  • Hamba sahaya yang melaksanakan hak Allah dan hak majikannya.
  • Orang yang memiliki budak wanita lalu ia ajarkan, ia bimbing, ia merdekakan, lalu ia nikahi.

Tapi dalam hadits yang lain disebutkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan ada selain ini yang mendapatkan dua pahala. Contohnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الَّذِي يَقْرَأُ القُرْآنَ وَهُوَ مَاهِرٌ بِهِ مَعَ السَّفَرَةِ الكِرَامِ البَرَرَةِ، وَالَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أجْرَانِ

Orang yang mahir membaca Al-Qur’an, dia berada bersama para malaikat yang terhormat dan orang yang terbata-bata di dalam membaca Al-Qur’an serta mengalami kesulitan, maka baginya dua pahala” (HR. Muslim)

Contoh lagi, ayat dalam surat al-Ahzab ayat-31 Allah berfirman:

وَمَنْ يَّقْنُتْ مِنْكُنَّ لِلّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَتَعْمَلْ صَالِحًا نُّؤْتِهَآ اَجْرَهَا مَرَّتَيْنِۙ وَاَعْتَدْنَا لَهَا رِزْقًا كَرِيْمًا

Dan barangsiapa di antara kamu (istri-istri Nabi) tetap taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan kebajikan, niscaya Kami berikan pahala kepadanya dua kali lipat dan Kami sediakan rezeki yang mulia baginya.” (QS. Al-Ahzab[33]: 31)

Contoh lagi hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ، وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ.

“Apabila seorang hakim berijtihad kemudian ia benar, maka ia memperoleh dua pahala. Dan apabila ia berijtihad namun salah maka ia memperoleh satu pahala.” (Muttafaq ‘alaih)

Contoh lagi misalnya hadits:

اَلصَّدَقَةُ عَلَى الْمِسْكِيْنِ صَدَقَةٌ وَ هِيَ عَلَى ذِي الرَّحِمِ اثْنَتَانِ  :  صَدَقَةٌ وَ صِلَةٌ

Bersedekah kepada orang miskin adalah satu sedekah, dan kepada kerabat ada dua (kebaikan); sedekah dan silaturrahim.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah dan Hakim)

Berarti kata-kata “tiga orang” ini bukan pembatasan. Dan pernah kita sebutkan diantara contohnya juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمْ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ الْمَنَّانُ بِمَا أَعْطَى وَالْمُسْبِلُ إِزَارَهُ وَالْمُنَفِّقُ سَلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ

Tiga orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat, tidak dibersihkan dari dosa dan bagi mereka siksa yang pedih; orang yang mengungkit-ungkit dalam pemberiannya, orang yang kain sarungnya isbal (menutupi mata kaki) dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu.”  (HR. An Nasa’i)

Tapi pada hadits lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمْ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الشَّيْخُ الزَّانِي وَالْعَائِلُ الْمَزْهُوُّ وَالْإِمَامُ الْكَذَّابُ

Tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat; ‘Seorang yang sudah tua berzina, orang miskin namun sombong, dan pemimpin yang pendusta.” (HR. An Nasa’i)

Berarti, kata “tiga” pada hadits-hadits diatas bukanlan pembatasan. Kalau kita perhatikan didalam Al-Quran dan hadits, bahwa penyebutan jumlah itu ada dua macam. Yaitu:

Pertama, penyebutan jumlah yang sifatnya untuk memberikan permisalan saja atau untuk memberikan contoh saja. Bukan untuk membatasi. Ada juga yang sifatnya hiperbola atau untuk menunjukan banyak. Ada lagi yang sifatnya untuk pembatasan. Dan itu disesuaikan dengan redaksi setiap ayat atau hadits.

فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ

“maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali.” (QS. Al-Baqarah[2]: 196)

Maka penyebutan kata “tiga” dan “tujuh” pada ayat ini adalah pembatasan. Misalnya lagi orang yang yang bersumpah, “demi Allah akan melakukan ini.” Ternyata dia tidak melakukan. Maka dia wajib membayar kafarat sumpah dengan memberi makan 10 orang fakir atau berpuasa 3 hari.

Jadi, penyebutan angka dalam dalil terkadang itu memberikan batasan, terkadang tidak memberikan batasan, tapi sebatas contoh saja. Itu disesuaikan dengan redaksi dan dalil-dalil yang menjelaskannya.

Kata Ibnu Hajar, bahwa “tiga orang” ini tidak menunjukkan pembatasan. Akan tetapi sebatas mengabarkan saja tentang tiga orang ini yang mendapatkan dua pahala. Yaitu Ahli Kitab. Terjadi ikhtilaf para ulama tentang siapakah Ahli Kitab. Sebagian mengatakan Yahudi dan Nasrani. Sebagian lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud Ahli Kitab adalah Nasrani saja. Karena setelah Nabi Isa diutus, seharusnya orang Yahudi beriman kepada Nabi Nabi Isa. Kalau orang Yahudi tidak beriman kepada Nabi Isa, berarti mereka diatas kebatilan. Dan ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus maka mereka semua wajib beriman kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Faedah Hadits

Pertama, hadits ini dalil akan keutamaan orang yang beriman kepada Nabi mereka dari kalangan Ahli Kitab kemudian setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus, lalu ia pun beriman kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka ia mendapatkan dua pahala.

Sekarang permasalahannya, orang yang beriman kepada Nabinya tapi tidak beriman kepada Nabi Muhammad. Dia tidak mendapatkan pahala kecuali kalau ia wafat sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus. Adapun setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus dan dia mendengar tentang Risalah Nabi Muhammad dan ia tidak mau beriman dia pasti masuk neraka. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan begitu. Kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ مِنْ الْخَيْرِ

Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tanganNya, tidaklah sempurna keimanan salah seorang di antara kalian hingga ia mencintai kebaikan bagi saudaranya sebagaimana ia mencintai kebaikan bagi dirinya sendiri.” (HR. An-Nasa’i)

Hadits ini bantahan terhadap orang-orang liberal yang mereka punya keyakinan bahwa semua agama sama.  Katanya Yahudi, Nasrani, semuanya masuk surga hanya saja cara ibadahnya saja berbeda-beda. Maka kita katakan Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam sudah tegas mengatakan bahwa Yahudi Nasrani yang tidak mau beriman kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pasti masuk neraka.

Kedua, hadits ini juga menunjukkan keutamaan hamba sahaya yang melaksanakan hak Allah dan hak majikannya. Budak hanya ada bila terjadi peperangan antara negeri Islam dan Negeri kafir. Seperti di zaman Rasulullah, Abu Bakar, Umar, Utsman, ada daulah Islam, ada daulah kafir dan tidak ada perjanjian untuk saling berdamai. Ketika dahulu di zaman Umar, kaum muslimin menguasai berbagai macam Negeri, menguasai Persia, Romawi. Ketika terjadi perang lalu ada tawanan perang, maka tawanan perang ini menjadi ghonimah. Tawanan perang ini kemudian dibagi-bagikan oleh pemimpin kaum muslimin. Statusnya jadi budak. Dan itu pasti. Disemua umat yang namanya perbudakan pasti ada kalau terjadi peperangan.

Dalam Islam berbeda. Kalau Islam sangat menganjurkan  untuk memerdekakan budak. Berkata Ibnu ‘Abdil Bar, “Makna hadits tersebut menurut saya, bahwa seorang hamba sahaya apabila bertemu padanya dua perkara yang wajib. Yang pertama menaati Rabbnya dan dia mentaati majikannya dalam perkara yang makruh dan dia melaksanakan dua hal tersebut karena Allah. Maka ia mendapat pahala dua. Tapi tetap pahalanya setengah pahala orang merdeka.”

Berkata Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari bahwa yang tampak kepada beliau, keutamaan hamba sahaya yang seperti ini karena beratnya ia menjadi seorang budak. Tentu menjadi budak itu bukan mudah. Yang namanya budak, dia menjadi harta majikannya, budak kan boleh diperjual belikan, budak itu hina, tapi ketika dia sabar dan dia berusaha untuk menjalankan perintah Allah dan dia juga berusaha untuk menjalankan perintah majikannya, maka ia mendapatkan pahala besar disisi Allah subhanahu wa ta’ala. Sehingga kata Ibnu Hajar, pahala yang besar tersebut diambil dari beratnya amal. Karena kaidah mengatakan bahwa amal itu semakin berat, maka semakin besar pahalanya di sisi Allah subhanahu wa ta’ala.

Ketiga, hadits ini menunjukkan keutamaan orang yang memerdekakan hamba sahaya wanitanya setelah ia dibimbing, ia ajarkan ilmu, lalu ia menikahinya. Maka ia mendapatkan dua pahala. Syaikh Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa hamba sahaya wanitanya ada beberapa keadaan. Yaitu:

  1. Majikan menikahi hamba sahayanya dengan akad nikah, mahar dan yang lainnya. Maka pernikahannya batil. Karena kata beliau, hamba sahaya wanita ini sudah milik dia. Sehingga dia tidak tidak perlu dinikahi. Karena hamba sahaya dalam Islam boleh dijima’ oleh majikannya setelah ia selesai sekali haid.
  2. Dia memerdekakan hamba sahaya wanitanya dan menjadikan pemerdekaannya itu sebagai mahar untuknya. Lalu kemudian selalu dia nikahi. Maka yang seperti ini boleh. Tapi tetap tidak mendapatkan dua pahala.
  3. Dia merdekakan dulu hamba sahaya wanitanya tersebut setelah merdeka baru kemudian dia menikah dengan mahar dan yang lainnya sebagaimana halnya wanita merdeka. Maka inilah yang dimaksud oleh hadits tersebut. Ia mendapatkan dua pahala.

Keempat, Hadits ini menetapkan akan adanya para Rasul sebelum Nabi Muhammad dan dalil juga akan keumuman Risalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semua Nabi dan Rasul sudah diambil perjanjian oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Apabila Nabi dan Rasul itu masih hidup lalu ternyata diutus Nabi lagi setelahnya, maka Nabi yang pertama ini wajib beriman kepada Nabi yang kedua.

Maka ketika Nabi Muhammad sudah diutus, kalau ternyata ada seorang Nabi yang masih hidup, maka dia wajib mengikuti apa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam surat Ali Imran:

وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ النَّبِيِّينَ لَمَا آتَيْتُكُمْ مِنْ كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنْصُرُنَّهُ ۚ قَالَ أَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ عَلَىٰ ذَٰلِكُمْ إِصْرِي ۖ قَالُوا أَقْرَرْنَا ۚ قَالَ فَاشْهَدُوا وَأَنَا مَعَكُمْ مِنَ الشَّاهِدِينَ

Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: “Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya”. Allah berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” Mereka menjawab: “Kami mengakui”. Allah berfirman: “Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu”.” (QS. Ali-Imran[3]: 81)

Simak penjelasannya pada menit ke – 23:59

Simak Penjelasan Lengkapnya dan Download MP3 Kajian Tentang Keutamaan Orang Yang Masuk Islam dari Ahlul Kitab – Al-Jam’u Baina As-Sahihain

Jangan lupa untuk turut membagikan link download kajian ini ke akun media sosial yang Anda miliki, baik Facebook, Twitter, Google+, atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pembuka pintu kebaikan bagi yang lain. Barakallahufiikum


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/45400-keutamaan-orang-yang-masuk-islam-dari-ahlul-kitab/